Membangun Peradaban dari Dalam Rumah

Saturday, February 11, 2017

Rumah adalah taman dan gerbang peradaban yang mengantarkan anggota keluarganya menuju peran peradabannya.

Membangun peradaban dengan mendidik anak-anak adalah tanggung jawab orang tua, dalam hal ini saya dan suami. Oleh karena itu kami harus laksanakan dengan sungguh-sungguh. Karena mereka adalah titipan/amanah dari Allah. Visi dan misi keluarga harus dilaksanakan berdua agar tercapai. Untuk itu harus ada kerjasama dan komunikasi yang baik antarpasangan.

Ada yang merasa tidak, kalau kesibukan dan rutinitas kita sehari-hari kadangkala membuat kita abai terhadap pasangan. Bukan dalam hal menjalankan tugas dan kewajiban, tetapi abai terhadap perasaan cinta. Mentang-mentang dia sudah menjadi pasangan hidup kita, seakan-akan sudah pasti dia milik kita. Dalam tugas nice homework kali ini, kami diminta untuk menumbuhkan kembali perasaan cinta kepada pasangan dengan cara membuat surat cinta. Ya betul. Surat Cinta! Wah...dalam hati seumur-umur belum pernah menulis surat cinta. Kalau nulis surat lamaran kerja sering.

Agak berat sebenarnya tugas kali ini. Timingnya kurang tepat. Menurut saya pribadi, saya kurang maksimal dalam mengikuti perkuliahan online minggu ketiga ini. Mengapa? Karena....
1. Ayah saya dari Jawa kebetulan berkunjung ke rumah. Selama empat hari saya harus menemani beliau dengan agendanya selama di sini.
2. Atas izin suami, saya dan anak-anak ikut beliau kembali mudik ke kampung halaman. Nanti suami menyusul setelah waktunya longgar. Rencananya sekalian liburan bareng keluarga.
3. Menulis surat cinta! Jujur. Saya belum pernah. Mana diminta melihat respon suami. Lha saya lagi LDR, huhu. Kebetulan banget pak suami juga lagi sibuk luar biasa. Responnya apa coba? Cuma kasih emoticon love love love via wa. Alamak....itu kan saya nulis surat sudah panjang kali lebar, responnya begitu. Huhu . Ketika dikilik-kilik lagi buat bikin surat balasan, yang ada cuma bilang "Maaf mih. Papih lagi sibuk."  Tepok jidat deh...
4. Akses internet di rumah orang tua biarpun pakai wifi tetap aja tidak secepat dan semulus di rumah saya sendiri. Maklum, kadang suka nyala dan mati sendiri.
5. Kebetulan pas hari Sabtu jadwal pengumpulan nhw (posisi belum menulis di blog), saya ikut ke RS menjenguk keluarga yang habis operasi & ikut belanja keperluan ujian sekolah bapak. Hp dalam keadaan minim baterai. Biasanya nulis di blog via hp.

Beginilah kalau suka menunda-nunda pekerjaan. Tugasnya sudah mepet dateline, dan belum beres. Minta dispensasi sampai 2x. Huhu . Mana komitmenmu Tia...?! What...dzig. Pengen ninju badan sendiri.

Komitmen & Konsisten!
Komitmen & Konsisten!

Tapi memang benar lho, berkat tugas yang diberikan ini, pikiran saya menjadi lebih jernih, perasaan menjadi lega, plong rasanya. Seakan-akan saya jatuh cinta lagi. Oh Allah... You guide me to meet him. And make us loving each other.

Semua pasti ada alasannya. Mengapa Allah pasangkan saya dengan suami. Kelebihan dan kekurangan suami menjadi pelengkap bagi kelebihan dan kekurangan saya. Saling melengkapi. Saling introspeksi. Dia yang membimbing saya. Yang mengingatkan kalau saya lalai. Yang memberi contoh dengan tindakan.

Si merah korelis bertemu si kuning sanguinis. Si kekeuh nan perfect bertemu si easy going. Si gerak cepat bertemu si santai. Kadang saya suka dimarahin kalau terlalu lelet. Tapi saya tidak sakit hati, karena saya menganggap inilah tes bagi saya, latihan. Hehe.

Anak-anak juga begitu. Allah menitipkan kepada kami anak-anak dengan sifat dan karakternya masing-masing. Melengkapi romantika keluarga kami supaya lebih berwarna.
Anak pertama saya, Faiza (4 th), mewarisi sifat dominan ayahnya. Si merah. Kekeuh pisan kalau punya kemauan. Tidak mudah goyah akan godaan kiri kanan. Meskipun masih kecil, dia sudah tahu apa yang dia mau. Persis suami saya. Klop deh kalau sudah membentuk grup. Lalu saya segrup sama siapa?

Tipe pemimpin. Maunya diturutin, mengkomando. Bagus sih, karena dia anak pertama dan cucu pertama.

Hal yang paling disukai adalah kegiatan fisik seperti lompat-lompat, senam yoga, koprol, lari-lari. Susah bertahan diam lebih dari semenit. Energinya luar biasa. Akankah dia seorang atlet? Wallahu alam.

Kalau ditanya, kadang dia menjawab ingin menjadi dokter. Kadang-kadang ingin menjadi astronot. Kadangpula menjawab ingin menjadi chef. Yup betul! Dia suka memasak. Dia senang sekali dilibatkan di dapur. Akankah itu potensimu nak? Maafkan bunda ya nak kalau kurang sabar jika kamu ikut-ikutan di dapur.

Sisi kecerdasan emosinya menurut saya baik. Dia sudah mengenali ekspresi orang. Jika ada yang marah atau salah, dia akan menegur. Jika ada yang sedih, dia akan menghibur. Tentu saja dengan caranya yang khas anak-anak. Yang membuat saya terharu, ketika saya sakit dia tidak akan mengganggu. Dia membiarkan saya beristirahat. Begitu juga ketika ayah atau adiknya sakit. Dia akan mengajak main anggota keluarga lain. Sifat ngemongnya sebagai anak pertama tampak. Tapi dia juga peniru ulung. Maka dari itu saya, suami, dan keluarga sepakat bahwa kita harus hati-hati dalam berucap maupun bertindak ketika di depannya.

Anak kedua, Akhdan (8 bln), belum kelihatan akan seperti apa. Yang saya yakini, insyaAllah dia akan menjadi anak yang sholeh, sehat, cerdas, kreatif dan humble. Humble karena murah senyum, diajak siapapun mau, tidak merepotkan orang tuanya. Sayang sama kakaknya. Darimana tahunya? Karena tiap kali kakaknya merebut mainan atau gemas padanya dia tidak membalas. Hehe.

Akan bercita-cita menjadi apa anak-anak nanti, kami serahkan pada mereka. Semoga kami bisa maksimal dalam membantu mereka mengenali potensi diri & mendidik mereka. Aamiin.

Alhamdulillah lingkungan tempat tinggal kami cukup baik. Kami tinggal di komplek. InsyaAllah komplek perumahan kami dihuni oleh orang-orang yang sholeh. Kenapa?
1. Masjid komplek kami selalu mengadakan kajian bulanan dimana yang hadir selalu banyak
2. Setiap minggu ada kegiatan majelis taklim untuk ibu-ibu maupun bapak-bapak

Tapi, mengingat komplek kami memiliki akses terbuka maka kami tetap harus hati-hati akan keamanan. Kadang suka parno sendiri kalau sudah membaca berita tindakan kriminalitas, apalagi kalau korbannya anak-anak. Hii...ngeri. Mungkin dengan tinggal di komplek yang selalu ada patroli keamanan seperti di rumah kami, perasaan kami lebih nyaman dan aman. Kebetulan rumah kami bukan di jalan utama, karena suami suka ketenangan, tidak suka bising. Allah memang Maha Tahu yang diinginkan hamba-Nya.

Ya Allah...berilah petunjukMu selalu ya Allah. Aamiin...

P.S. 
Akhirnya surat elektronik saya dibales juga sama pak suami. Isinya koreksian semua. Bahan introspeksi dan perbaikan diri. Saya harus lebih rajin, belajar jadi pendengar yang baik, dan belajar mengatur menu harian keluarga. Yang terakhir bener banget. Suami memang pengertian sekali. :)


You Might Also Like

0 comments