Banjar, Organisasi Tradisional Masyarakat Bali

Monday, November 22, 2010

Ditulis oleh: kompiang @ 18 Oct 2006


Banjar merupakan organisasi kemasyarakatan masyarakat tradisional Bali. Organisasi ini seperti sistem RT/RW pada masyarakat Indonesia modern. Sudah ada sejak jaman dahulu kala dan mulanya dikenal dengan nama subak.

Awalnya subak itu merupakan organisasi yang hanya mengatur masalah-masalah di sawah (sebelum bule-bule datang menjajah negeri ini dan kemudian berjemur di pantai) berhubung masyarakat Bali saat itu sebagian besar mata pencahariannya bertani.

Dalam subak ini diatur masalah pengairan, sehingga tidak ada masalah rebutan sumber air. Juga masalah lain yang berkaitan dengan pertanian seperti misalnya penanggulangan hama, pengadaan upacara di pura subak, membantu anggota yang sawahnya panen dan sebagainya.

Gue sebenarnya tidak banyak melihat kegiatan para anggota subak karena gue lahir pada jaman bule-bule sudah berjemur telanjang di pantai, dimana sawah-sawah sudah banyak menjadi villa buat bule-bule itu.


Jenis Banjar


So, cukup mengenai subak dan kita kembali ke banjar. Banjar, dengan berkembangnya jaman juga mulai berubah, tepatnya bertambah fungsi. Kalo dulu hanya untuk kepentingan di sawah, namun sekarang banjar juga mengurus masalah administrasi dari pemerintahan (Pemerintah Negara Republik Indonesia yang dalam teorinya bersatu, berdaulat, adil dan makmur).

Menurut bidang geraknya banjar dapat dibagai 4 bagian, namun kita akan bahas 2 bagian aja, mengingat 2 jenis banjar laennya agak mirip dalam fungsi:

Banjar Dinas, ketuanya disebut kelian dinas, fungsinya lebih ke urusan adminsistrasi. Urusan administrasi seperti membuat KTP, Kartu Keluarga dimulai disini. Trus birokrasi di Negara Indonesia tercinta ini akan mempersilakan dengan sopan kepada pemohon KTP, KK untuk mengurusnya kemudian di Kantor Kelurahan. Efektif untuk menyibukkan pegawai kantor kelurahan dan menguji kesabaran. Banjar Adat, ketuanya disebut kelian adat. Urusan sosial seperti saat ada kematian, upacara perkawinan krama banjar serta upacara-upacara keagamaan diatur disini. Kelian adat dan kelian dinas suatu banjar ngga selalu orang yang sama. Namun, walaupun misalnya punya dua orang kelian, dalam setiap sangkep (musyawarah, pertemuan) apapun, kedua kelian ini biasanya diwajibkan hadir.

Berbeda dengan system RT/RW yang memakai angka (nomor maksudnya bro…), system banjar dibedakan atas namanya. contoh: Banjar Tegalantang Klod (banjar gue he he), trus ada Banjar Tegallinggah, Banjar Pemedilan, Banjar Kerandan and ribuan lagi . Umumnya nama banjar itu sangat khas berbau Bali.

Jumlah banjar di tiap kelurahan juga sangat beragam. Umunya sekitar 5 sampai ratusan banjar, tergantung dari seberapa luas wilayah kelurahan tersebut.


Prinsip Banjar


Peranan banjar di mata gue (kalo lagi tidak belekan) sangat penting. Sebab inilah organisasi dimana rasa kekeluargaannya sangat tinggi, setidaknya begitulah didaerah gue. Prinsip utamanya adalah saling memberi dan menerima. Kasarnya kalo kamu tidak memberi maka kamu tidak akan menerima. YES…ini kalimat paling jenius yang pernah gue ketik.

Bila misalkan dalam setiap kegiatan banjar seperti gotong-royong, upacara kematian, perkawinan dan sebagainya, seorang krama banjar sering tidak hadir dengan alasan yang tidak jelas (seperti sibuk kerja), maka apabila nanti orang itu mempunyai kegiatan/upacara, jangan harap ada anggota banjar yang akan hadir dirumahnya untuk membantu.

Kalo sekedar upacara biasa atau perkawinan sih nggak apa-apa, kita masih bisa mengundang teman-teman lain untuk memeriahkan suasana dan membeli seluruh sarana upacaranya. Bagaimana dengan kematian? Orang mati bisa jalan sendiri ke kuburan apa? Dan biasanya ‘teman-teman’ itu hanya akan dekat kalo kita membagikan kesenangan bukan untuk memandikan jenazah dan mengusungnya ke kuburan.

Separah itu? Ngga juga¦.

Biarpun misalnya ada seorang krama banjar tidak pernah ikut dalam kegiatan banjar itu meninggal, maka krama banjar yang lain biasanya tetap datang ke rumahnya dan melakukan segala sesuatu yang diperlukan, walaupun dengan paksa rela.

Sebab dalam pandangan banjar lain adalah memalukan jika sampai saat terakhir krama banjar tetap tidak memberi maaf dan berharap keluarganya yang tersisa akan kembali aktif dalam kegiatan banjar.

Oh ya, satu keluarga tidak harus mengikutkan seluruh anggota keluarganya dalam setiap kegiatan banjar. Misalkan jika bokap gue berhalangan yaaa bisa diwakilkan oleh gue atau nyokap gue. Kecuali jika kegiatan itu melibatkan kegiatan yang sensitif terhadap jenis kelamin, seperti memotong bambu buat upacara tertentu, ya harus diwakili cowok, demikian juga sebaliknya.


Banjar vs Pendatang

Mungkin ada pertanyaan, bagaimana kah nasib para pengembara dari luar Bali yang terpaksa harus terdampar di salah satu banjar di Bali? Dengan berat hati gue akan bilang sungguh tidak beruntung nasib orang itu. Kidding… kupo.

Yang jelas tidak ada paksaan bagi para pendatang untuk masuk menjadi anggota banjar. Namun belakangan ini masyarakat Bali mulai sensitif dengan para pendatang. Setiap pendatang di suatu banjar akan dicari dan diperiksa apakah sudah mempunyai KTP. Kalo belum ya harus buat. Trus mereka juga harus mempunyai pekerjaan tetap yang tidak bertentangan dengan hukum dan undang-undang.

Kalo pekerjaan tetapnya semacem maling ato garong, yaaa… maap, mereka akan dipulangkan ke daerahnya. Setidaknya begitulah ancaman gue kepada para tukang sablon deket rumah.

Pendatang sebenarnya bukan masalah, hanya saja keberadaan dan identitas mereka harus jelas. Sebab sering terjadi kasus dimana bule-bule banyak ngontrak rumah trus ngakunya bisnis barang antik, eh.. taunya bandar narkoba internasional. Ada juga orang kaya kalem, juga buat pabrik narkoba. Trus ada yang berkedok kos-kosan, yang mana gue hampir ikutan kumpul kebo di sana.

Begitulah, karena mereka bukan krama banjar yang lahir dan besar DAN terawasi di daerah banjar tersebut, maka diambil pendekatan hukum untuk memantau mereka. Jangan sampai kegiatan mereka merugikan orang lain dan mencemarkan nama baik banjar.

Akhir kata banjar merupakan wujud kesadaran berorganisasi masyarakat Bali yang sudah tercipta sejak dahulu. Walaupun gue tidak bangga, karena negara ini masih tetep ngutang kepada IMF namun gue senang menjadi krama banjar dengan sistem kekeluargaannya. Dan mudah-mudahan pemerintah tidak lagi memaksakan sistem RT/RW kepada masyarakat Bali.

Source: http://tourdebali.com/84/banjar-organisasi-tradisional-masyarakat-bali/

You Might Also Like

0 comments