Catatan IIP

Menapaki Universitas Kehidupan

Saturday, January 28, 2017

ILMU adalah prasyarat sebuah AMAL, ADAB adalah yang paling didahulukan sebelum ILMU.

Berulang-ulang dan berkali-kali saya baca kutipan di atas, berkali-kali juga saya berpikir dan merenungi maksud kalimat tersebut. Saya jadi teringat perkataan Imam Ghazali, "Ilmu tanpa amal adalah gila dan pada masa yang sama, amalan tanpa ilmu merupakan suatu amalan yang tidak akan berlaku dan sia-sia."

Itu artinya....
Kalau saya tidak mengamalkan ilmu yang saya miliki, berarti saya Gila. Namun, kalau saya melakukan sesuatu tanpa dilandasi ilmu sama juga saya melakukan hal yang sia-sia. Tidak bernilai ibadah. Oiya, dalam hal ini harus dilakukan dengan ikhlas.

Lha, kok begitu?
Iya lah. Kan yang kita cari di dunia ini ridho Allah, pahala-Nya. Kalau begitu, berarti selama ini??? (mikir.....)

Peran saya sebagai individu, istri dan juga ibu menyadarkan saya bahwa saya harus punya ilmu yang mumpuni untuk menjalankan semua peran tersebut. Ilmu apa itu? Ilmu membelah diri. Hehehe. Becanda.

Eh, tapi beneran lho. Misalnya yang satu menjadi diri saya pribadi dengan segala impian-impian, yang satu menjadi istri yang melakukan tugas dan tanggung-jawab, kemudian ada yang menjadi ibu dengan amanah untuk mendidik dan merawat anak-anak.
Hus hus, hapus hapus. Ampuni hamba ya Allah...

Lalu kalau ditanya, jurusan ilmu apa yang akan ditekuni di universitas kehidupan ini?
Mungkin jawabannya adalah jurusan ilmu Manajemen Keluarga Bahagia. Apa itu?
Tentang bagaimana mengatur rumah menjadi tempat yang nyaman laksana surga bagi penghuninya, mengatur para penghuninya sehingga mampu bekerjasama menjadi tim kompak dalam mencapai tujuan & cita-cita, mengelola keuangan sehingga tidak bocor, memaksimalkan potensi anak-anak sehingga menjadi generasi yang berkualitas. Intinya menciptakan harmoni dalam keluarga.
Komplit ya? Iyaaaa 😂😂😂 dan susah ✌. Maka dari itu perlu ilmunya.

Apalah saya selama ini, mendambakan idealisme sebuah keluarga dengan bekal ilmu yang sedikit dan menjalani hari-harinya bagaikan air yang mengalir. Let it flow....

Karenanya, saya harus banyak belajar. Menuntut ilmu, mencari bekal ilmu untuk dapat saya aplikasikan dan praktekkan setiap hari. Apakah ilmu tersebut sesuai passion saya? Iyaaa. Saya suka mengatur. Eh...itu sih bukan passion ya? 😛

Lalu kenapa harus menekuni ilmu tersebut? Sudah jelas. Karena peran saya sebagai manajer dalam rumah tangga lah, maka saya membutuhkan ilmu tersebut. Agar dalam setiap menjalankan tugas dan tanggung jawab sebagai manajer lebih terarah. Melangkah dengan pasti dan percaya diri.
Karena apa? Kita tidak bisa kembali untuk menghapus atau mengubah jejak yang sudah kita buat, kita hanya bisa mengubahnya kemudian. Ciyeee bahasanya.

Apa strateginya untuk menuntut ilmu tersebut? Tentu saja saya harus banyak membaca buku, membaca kisah-kisah yang bisa dijadikan suri tauladan, bergabung dalam komunitas dan tidak lupa selalu meminta petunjuk kepada Allah. Alhamdulillah, saya diberikan kesempatan oleh Allah berkumpul dengan para Ibu Profesional. 😄

Dalam proses mencari ilmu tersebut, tentu ada perubahan sikap yang perlu saya perbaiki seperti misalnya:
Tidak boleh malas
Kadangkala perasaan tersebut hinggap karena ada bisikan-bisikan "udah nanti aja", "besok masih bisa", dan sejenisnya. Padahal oh padahal itu kan penyakit. Dan penyakit harus diobati, kalau perlu dibasmi.

Jangan menunda-nunda kebaikan
Poin ini selalu diingatkan oleh suami saya. Beliau selalu bilang, "Kalau kita sudah punya niat baik mau nglakuin sesuatu, ya sudah langsung eksekusi. Langsung dikerjakan. Ga usah pakai acara ditunda-tunda."
Bagian mak jlebnya apa coba?
"Jangan sampai keburu mati duluan."
Huaaa...kejaaam. 😥😥

Tidak boleh sok tau
Kenapa? Karena dalam universitas kehidupan, semua adalah guru dan semua adalah murid. Pengalaman orang lain bisa kita jadikan pelajaran begitu juga sebaliknya. Harus bisa mengambil hikmah dibalik fakta dan cerita. ✌

Jangan sungkan bertanya untuk mencari solusi
Karena biasanya ketika mentok/buntu, yang saya lakukan cuma diam, merenung, dan memikirkan sendiri. Tau tau, tet tot! Belum ketemu juga solusinya, 😅. Ya sudah, berarti lain kali bertanya ke yang lebih ahli.

Lebih ditingkatkan lagi ibadahnya
Semua kejadian di dunia ini atas izin Allah. Manusia tugasnya berikhtiar semaksimal mungkin. Dengan kita selalu mendekat kepada Allah, insyaAllah Allah akan selalu membimbing kita ke jalan-Nya. Aamiin...

Bukankah tidak ada kata terlambat untuk belajar? Baiklah, dengan mengucapkan basmallah, saya siap belajar menapaki universitas kehidupan ini. 😊😊😊


Catatan Harian

Senyum Odong-Odong

Tuesday, January 10, 2017

Dengan iringan lagu anak-anak, kaki bapak itu mulai mengayuh kereta odong-odong. Biasanya, ada satu atau dua anak yang naik odong-odong dengan kursi yang dibentuk seperti boneka beruang atau kucing. Bapak itu baru berhenti mengayuh ketika anak-anak yang rata-rata masih batita tersebut sudah mulai bosan. Biasanya saya panggil odong-odong kalau anak saya susah makan.

Sambil menyuapi, saya sempatkan ngobrol dengan bapak itu yang diketahui bernama Karyo. Dilihat dari raut mukanya, bapak itu sudah tua. Bisa dibilang seumuran bapak saya. Namun, badannya masih terlihat tegap dan bugar. Tak terlihat sedikitpun rasa capek ataupun keluhan yang terpancar dari raut mukanya. Meskipun sudah ada lebih dari empat lagu yang diputar mengiringi kakinya mengayuh.Terlihat sekali beliau menikmati pekerjaannya mengayuh odong-odong. Tentu kalau saya yang melakukan itu, kaki saya sudah merasa pegal.

Pak Karyo ini orang rantau dari Jawa Tengah. Beliau mengambil profesi ini selain karena butuh pekerjaan, beliau belum menemukan pekerjaan lain yang cocok. Menurut si bapak, pekerjaan ini bisa membuatnya senang karena dia bisa menyenangkan orang lain terutama anak-anak. Kata beliau, "Ndelok bocah-bocah seneng, melu seneng mbak...". Maksudnya, melihat anak-anak senang, beliau juga ikut senang.
Apalagi kata beliau zaman sekarang sudah jarang yang melirik odong-odong karena kebanyakan anak-anak dikasih mainan sendiri di rumah. Seperti mengetahui isi kepala saya, beliau menjelaskan bahwa dalam sehari kadang banyak yang naik odong-odong, kadang tidak. Tapi beliau merasa cukup atas rezeki yang didapatnya. "Kalau banyak ya alhamdulillah, kalau ga ya disyukuri. Mungkin besok ada rezeki lagi".

Obrolan singkat saya dengan beliau, membuat saya belajar banyak hal. Terima kasih pak, secara tidak langsung bapak mengajari saya untuk harus selalu bersyukur, sabar jika belum menerima, dan bekerja dengan hati ikhlas serta mencintai pekerjaan itu.